Psikosomatis
Diposting oleh dicky pranata , Kamis, 12 April 2012 07.25
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
-Gangguan psikosomatis adalah faktor psikologis yang merugikan,
mempengaruhi kondisi medis pasien. Faktor psikologis tersebut dapat berupa
gangguan mental, gejala psikologis, sifat kepribadian atau gaya mengatasi masalah,
dan prilaku kesehatan yang maladaptif.
----Kurang lebih 400 tahun SM ahli filsafat Hipocrates sudah
mengutarakan pentingnya peran faktor psikis pada penyakit. Pada abad
pertengahan Paracelcus seorang ahli kimia menyatakan bahwa kekuatan batin memiliki
pengaruh terhadap
kekuatan seseorang.
----Kedokteran psikosomatis menyadari kesatuan dari pikiran dan tubuh
serta interaksi diantara keduanya, dimana faktor psikologis penting dalam
perkembangan semua penyakit, namun apakah peranannya dalam memulai,
perkembangan, memperberat dan eksaserbasi penyakit, predisposisi atau reaksi
terhadap suatu penyakit masih dalam perdebatan.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Pengertian Psikosomatis
2.
Penyebab Psikosomatis
3.
Gangguan Spesifik pada Psikosomatis
4.
Penelitian dalam Jurnal
5.
Cara mengobati Psikosomatis
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Psikosomatis
Psiko artinya pikiran dan soma artinya tubuh.
Jadi, penyakit psikosomatis artinya penyakit yang timbul atau disebabkan oleh
kondisi mental atau emosi seseorang. Penyakit ini juga disebut dengan penyakit
akibat stress. Penyakit psikosomatis sekarang sering disebut dengan penyakit
psikofisologis. Namanya saja yang sedikit berbeda namun maknanya sama.
2.
Penyebab
psikosomatis
----Ada beberapa penyebab dari gangguan psikosomatis :
1. Stres Umum
----Stres ini dapat berupa suatu peristiwa atau suatu situasi
kehidupan dimana individu tidak dapat berespon secara adekuat. Menurut Thomas
Holmes dan Richard Rahe, didalam skala urutan penyesuaian kembali sosial (social
read justment rating scale) menuliskan 43 peristiwa kehidupan yang disertai
oleh jumlah gangguan dan stres pada kehidupan orang rata-rata, sebagai
contohnya kematian pasangan 100 unit perubahan kehidupan, perceraian 73 unit, perpisahan perkawinan 65 unit, dan kematian anggota
keluarga dekat 63 unit. Skala dirancang setelah menanyakan pada ratusan orang
dengan berbagai latar belakang untuk menyusun derajat relatif penyesuaian yang
diperlukan olewh perubahan lingkungan kehidupan. Penelitian terakhir telah
menemukan bahwa orang yang menghadapi stres umum secara optimis bukan secara
pesimis adalah tidak cenderung mengalami gangguan psikosomatis, jika mereka
mengalaminya mereka
mudah pulih dari gangguan.
2. Stres Spesifik Lawan Non Spesifik
----Stres psikis spesifik dan non spesifik dapat didefenisikan sebagai
kepribadian spesifik atau konflik bawah sadar yang menyebabkan
ketidakseimbangan homeostatis yang berperan dalam perkembangan gangguan
psikosomatis. Tipe kepribadian tertentu yang pertama kali diidentifikasi
berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang memiliki kemauan keras dan
agresif yang cenderung mengalami oklusi miokardium).
3. Variabel Fisiologis
----Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit,
dan variabel lainnya adalah kerja monosit sistem kekebalan. Mediator antara
stres yang didasari secara kognitif dan penyakit mungkin hormonal, seperti pada
sindroma adaptasi umum Hans Selye, dimana hidrokortison adalah mediatornya, mediator
mungkin mengubah fungsi sumbu hipofisis anterior hipotalamus adrenal
dan penciutan limfoit. Dalam rantai hormonal, hormon dilepaskan
dari hipotalamus dan menuju hipofisis anterior, dimana hormon tropik
berinteraksi secara langsung atau melepaskan hormon dari kelenjar endokrin
lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah kerja monosit sistem kekebalan.
Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak, yang berperan sebagai pembawa
pesan (messager) antara sel-sel otak. Jadi, imunitas dapat mempengaruhi
keadaan psikis dan mood.
3.
Gangguan
Spesifik pada Psikosomatik
Ada beberapa gangguan spesifik yang dapat disebabkan oleh gangguan
psikis:
1. Sistem Kardiovaskuler
----Mekanisme yang terjadi pada psikosomatis dapat melalui rasa takut
atau
kecemasan yang akan mempercepat denyutan jantung, meninggikan daya
pompa
jantung dan tekanan darah, menimbulkan kelainan pada ritme dan
EKG.
Kehilangan semangat dan putus asa mengurangi frekuensi, daya pompa
jantung
dan tekanan darah.
----Gejala-gejala yang sering didapati antara lain: takikardia,
palpitasi, aritmia,
nyeri perikardial, napas pendek, lelah, merasa seperti akan
pingsan, sukar tidur.
Gejala- gejala seperti ini sebagian besar merupakan manifestasi
gangguan
kecemasan.
2. Sistem pernafasan
a. Asma bronkialis
----Faktor genetik, alergik, infeksi, stres akut dan kronis semuanya
berperan dalam menimbulkan penyakit. Stimuli emosi bersama dengan alergi
penderita menimbulkan konstriksi bronkioli bila sistem saraf vegetatif juga
tidak stabil dan
mudah terangsang. Walaupun pasien asma karateristiknya memiliki
kebutuhan
akan ketergantungan yang berlebihan, tidak ada tipe kepribadian
yang spesifik
yang telah diindentifikasi. Pasien asmatik harus diterapi dengan
melibatkan berbagai disiplin ilmu antara lain menghilangkan stres, penyesuaian diri,
menghilangkan alergi serta mengatur kerja sistem saraf vegetatif dengan obat-obatan.
b. Sindroma hiperventilasi
----Sindroma hiperventilasi disebut juga dispneu nerveous (freud),
pseudo asma,
distonia pulmonal (hochrein). Gambaran klinis berupa:
· Parastesia, terutama pada ujung tangan dan kaki
· Gejala-gejala sentral seperti gangguan penglihatan berupa mata
kabur yang dikenal sebagai Blury eyes. Penderita juga mengeluh bingung, sakit
kepala dan pusing
· Keluhan pernafasan seperti dispneu, takipneu, batuk kering,
sesak dan perasaan tidak dapat bernafas bebas
· Keluhan jantung. Sering dijumpai kelainan yang menyerupai angina
pektoris dan juga ditemukan pada kelainan fungsional jantungdan sirkulasi
· Keluhan umum, seperti kaki dan tangan dingin yang sangat
menganggu, cepat lelah, lemas, mengantuk, dan sensitif terhadap cuaca
d. Tuberkulosis
----Onset dan perburukan tuberkulosis sering kali berhubungan dengan
stres akut dan kronis. Faktor psikologis mempengaruhi sistem kekebalan dan
mungkin mempengaruhi daya tahan pasien terhadap penyakit. Psikoterapi suportif
adalah
berguna karena peranan stres dan situasi
psikososial yang rumit
3.
Sistem endokrin
a. Hipertiroidisme
----Hipertiroidisme (tirotoksikosis) adalah suatu sindroma yang
ditandai oleh perubahan biokimiawi dan psikologis yang terjadi sebagai akibat
dari kelebihan
hormon tiroid endogen atau eksogen yang kronis.
----Gejala medis yang sering muncul berupa intoleransi panas, keringat
berlebihan, diare, penurunan berat badan, takikardi, palpitasi dan muntah. Gejala
dan keluhan psikiatrik yang muncul antara lain ketegangan, eksitabilitas,
iritabilitas, bicara tertekan, insomnia, mengekspresikan rasa takut yang berlebihan
terhadap ancaman kematian.
b. Diabetes melitus
----Diabetes melitus adalah suatau gangguan metabolisme dan sistem
vaskuler
yang dimanifestasikan oleh gangguan penanganan glukosa, lemak, dan
protein
tubuh. Riwayat herediter dan keluarga sangat penting dalam onset
diabetes. Onset
yang mendadak sering kali berhubungan dengan stres emosional yang mengganggu
keseimbangan homeostatik pasien yang terpredisposisi. Meninger
berpendapat bahwa ada hubungan antara psikoneurotik dengan
diabetes, dengan
alasan:
Ø Jelas adanya gangguan mental sebelum timbulnya penyakit diabetes
Ø Gangguan mental yang lain
dari gejala mental yang timbul pada penyakit hati atau hipoglikemi
Ø Penyembuhan gangguan mental pararel dengan keadaan kadar gula
darah
Ø Gangguan metabolisme karbohidrat dan glukosuria membaik dengan
diet
Ø Dengan sembuhnya gangguan mental, diabetes juga membaik
----Menurut Meninger ada 3 gangguan mental yang dijumpai pada
diabetes:
1.
Depresi
2.
Anxietas
3.
Fatik (letih)
c. Gangguan endokrin wanita
----Premenstrual syndrome (PMS), ditandai oleh perubahan subjektif mood, rasa
kesehatan fisik, dan psikologis umum yang berhubungan dengan
siklus menstruasi. Secara khusus, perubahan kadar estrogen, progesteron, dan
prolaktin
dihipotesiskan berperan penting sebagai penyebab.Gejala biasanya
dimulai segera
setelah ovulasi, meningkat secara bertahap, dan mencapai
intensitas maksimum
kira-kira lima hari sebelum periode menstruasi dimulai. Faktor
psikososial, dan
biologis telah terlibat didalam patogenesis gangguan.
----Penderitaan menopause (menopause distress), adalah suatu
keadaan yang terjadi setelah tidak adanya periode menstruasi selama satu tahun
yang disebut
menopause. Banyak gejala psikologis yang dihubungkan dengan
menopause, termasuk kecemasan, kelelahan, ketegangan, labilitas emosional,
mudah marah
(iritabilitas), depresi, pening, dan insomnia. Tanda dan gejala
fisik adalah keringat
malam, muka kemerahan, dan kilatan panas (hot flash).
keadaan ini kemungkinan
berhubungan dengan sekresi luteinizing hormone (LH). Fungsi
yang tergantung
pada estrogen hilang secara berurutan, dan wanita mungkin mengalami
perubahan
atrofik pada permukaan mukosa, disertai oleh vaginitis, pruritus,
dispareunia, dan
stenosis.
----Wanita mungkin juga mengalami perubahan dalam metabolisme kalsium
dan
lemak, kemungkinan sebagai efek sekunder dari penurunan kadar
estrogen, dan
perubahan tersebut mungkin disertai oleh sejumlah masalah medis
yang terjadi
pada tahun-tahun pasca menopause, seperti osteoporosis dan
aterosklerosis koroner.
----Keparahan gejala menopause tampaknya berhubungan dengan kecepatan pemutusan
hormon, jumlah deplesi hormon, kemampuan konstitusional wanita
untuk menahan proses ketuaan, kesehatan, dan tingkat aktivitas
mereka, serta arti
psikologis ketuaan bagi mereka.
----Kesulitan psikiatrik yang bermakna secara klinis dapat berkembang
selama
siklus kehidupan fase involusional. Wanita yang sebelumnya
mengalami kesulitan
psikologis, seperti harga diri yang rendah dan kepuasan hidup yang
rendah, kemungkinan rentan terhadap kesulitan selama menopause.
4.
Gangguan kekebalan
a. Penyakit infeksi
----Penelitian klinis menyatakan bahwa variabel psikologis
mempengaruhi kecepatan pemulihan dari mononukleosis infeksius dan influensa.
Stres dan keadaan psikologis yang buruk menurunkan daya tahan terhadap
tuberkulosis dan
mempengaruhi perjalanan penyakit. Dengan demikian perkembangan
penyakit
sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis orang.
b. Gangguan alergi
----Bukti klinis menyatakan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan
pencetus alergi. Asma bronkial adalah contoh utama proses patologis yang melibatkan
hipersensitifitas segera yang berhubungan dengan proses psikososial.
c. Transplantasi organ
----Pengaruh psikososial seperti kehidupan yang penuh dengan stres,
kecemasan
dan depresi mempengaruhi sistem kekebalan yang berperan dalam
mekanisme
penolakan transpalantasi organ.
5.
Kanker
a. Masalah pasien
----Reaksi psikologis mereka adalah rasa takut akan kematian, cacat, ketidakmampuan,
rasa takut diterlantarkan dan kehilangan kemandirian, rasa takut
diputuskan dari hubungan, fungsi peran dan finansial, kecemasan,
kemarahan, dan
rasa bersalah. Setengah dari pasien kanker menderita gangguan
mental berupa
gangguan penyesuaian 68%, gangguan depresi berat 13% dan delirium
8%. Pada
pasien kanker sering ditemukan pikiran dan keinginan bunuh diri.
b. Masalah yang berkaitan dengan pengobatan
- Terapi radiasi
----Efek samping terapi radiasi adalah ensefalopati yang berhubungan
dengan
peningkatan tekanan intrakranial.
- Kemoterapi
----Efek samping kemoterapi berupa mual dan muntah
- Rasa sakit
----Pasien kanker dengan rasa sakit memiliki insidensi depresi dan
kecemasan
yang lebih tinggi dibanding mereka yang tanpa rasa sakit.
c. Masalah keluarga
----Kecemasan dan depresi dalam anggota keluarga memerlukan intervensi
yang
aktif. Keluarga harus memberikan pelayanan untuk pasien.
6.
Gangguan kulit
a. Pruritus menyeluruh
----Pruritus psikogenik menyeluruh adalah tidak ada penyebab organik. kemarahan
yang terekspresi dan kecemasan yang terekspresi merupakan penyebab
paling sering, karena secara disadari atau tidak mereka menggaruk
dirinya sendiri
secara kasar.
b. Pruritus setempat
· Pruritus ani
· Pruritus vulva
c. Hiperhidrosis
----Hiperhidrosis dipandang sebagai fenomena kecemasan yang
diperantarai oleh
sistem saraf otonom. Ketakutan, kemarahan dan ketegangan dapat menyebabkan
meningkatnya sekresi keringat, karena manusia memiliki 2 mekanisme
berkeringat yaitu termal dan emosional. Berkeringat emosional terutama tampak
pada telapak tangan, telapak kaki dan aksila. Berkeringat termal
paling jelas pada
dahi, leher, punggung tangan dan lengan bawah.
7.
Nyeri kepala
a. Migren
----Migren adalah ganguan paroksismal yang ditandai oleh nyeri kepala
rekuren, dengan atau tanpa gangguan visual dan gastrointestinal. 2/3 pasien
memiliki riwayat gangguan yang sama. Kepribadian obsesional yang jelas
terkendali dan
perfeksionistik, yang menekan marah, dan yang secara genetik
berpresdisposisi
pada migren mungkin menderita nyeri kepala tersebut1 Mekanisme
terjadinya
migren psikosomatis berupa:
v vasospasme arteri serebri
v distensi arteri karotis eksterna
v edema dinding arteri
----Pada periode prodromal migren paling baik diobati dengan
Ergotamine,
Tartrate (Cafergot), dan analgetik. Psikoterapi bermanfaat untuk
menghilangkan
efek konflik dan stres.
b. Tension ( kontraksi otot)
----Terjadi pada 80% populasi selama perode stres emosional.
Kepribadian tipe A
yang tegang, berjuang keras dan kompetitif peka terhadap gangguan
ini. Stres
emosional sering kali disertai kontraksi otot kepala dan leher
yang lama melebihi
beberapa jam dapat menyempitkan pembuluh darah yang menyebabkan
iskemia.
----Gejalanya berupa nyeri tumpul dan berdenyut dimulai pada sub
ocipitalis yang
menyebar keseluruh kepala. Kulit kepala nyeri terhadap sentuhan,
biasanya bilateral dan tidak disertai gejala prodromal seperti mual dan muntah.
Onset cenderung pada sore dan malam hari. Pada stadium awal dapat diberikan
anti ansietas, pelemas otot dan pemijatan atau aplikasi panas pada kepala dan
leher.
Jika terdapat depresi yang mendasari anti depresan perlu
diberikan. Jika kronis psikoterapi merupakan terapi pilihan
4. Penelitian dalam Jurnal
-Biasanya penderita datang kepada dokter dengan keluhan-keluhan,
tetapi tidak didapatkan penyakit atau diagnosis tertentu, namun selalu disertai
dengan keluhan dan masalah. Pada 239 penderita dengan gangguan psikogenik
Streckter telah menganalisis gejala yang paling sering didapati yaitu 89%
terlalu memperhatikan gejala-gejala pada badannya dan 45% merasa kecemasan,
oleh karena itu pada pasien psikosomatis perlu ditanyakan beberapa faktor yaitu:
1. Faktor sosial dan ekonomi, kepuasan dalam pekerjaan, kesukaran ekonomi,
pekerjaan yang tidak tentu, hubungan dengan dengan keluarga dan orang lain,
minatnya, pekerjaan yang terburu-buru, kurang istirahat.
2. Faktor perkawinan, perselisihan, perceraian dan kekecewaan
dalam hubungan seksual, anak-anak yang nakal dan menyusahkan.
3. Faktor kesehatan, penyakit-penyakit yang menahun, pernah masuk
rumah sakit, pernah dioperasi, adiksi terhadap obat-obatan, tembakau.
4. Faktor psikologik, stres psikologik, keadaan jiwa waktu
dioperasi, waktu penyakit berat, status didalam keluarga dan stres yang timbul.
----Quirido membagi cara pemeriksaan dalam 3 lapangan:
a. Lapangan psikis
b. Lapangan sosial
c. Lapangan somatis
----Yang ditujukan pada lapangan kejiwaan dinamakan psikoterapi
indentik. Yang
ditujukan pada lapangan sosial dan somatik disebut psikoterapi non
identik, yang
terdiri dari pemeriksaan fisik, mengobati kelainan fisik dengan
obat, memperbaiki
kondisi sosial ekonomi, lingkungan, kebiasaan hidup sehat.
----Di Amerika Serikat 1/3 penderita yang datang berobat pada dokter
umum tidak mempunyai gangguan organik, 1/3 yang lain mempunyai gangguan organik
tetapi keluhannya berlebihan.
----Dengan kesabaran dan simpati banyak penderita dengan gangguan
psikosomatik dapat ditolong. Kita dapat menerangkan kepada penderita tidak
dapat sesuatu dalam tubuhnya yang rusak atau yang kurang, tidak terdapat
infeksi dan kanker, hanya anggota tubuhnya bekerja tidak teratur. Untuk
menerangkan bagaimana emosi dapat mengganggu tubuh dapat diambil contoh
sehari-hari seperti orang yang malu mukanya akan menjadi merah, orang yang
takut menjadi bergemetar dan pucat. Dapat dipakai perumpamaan menurut
pendidikan dan pengetahuan penderita.
5. Cara Pengobatan Psikosomatis
Pengobatan gangguan psikosomatik pada
dasarnya harus dilakukan dengan beberapa cara dengan mempertimbangkan
pengobatan somatis (berorientasi pada organ tubuh yang mengalami gangguan),
pengobatan secara psikologis (psikoterapi) serta psikofarmakoterapi (penggunaan obat-obatan
yang berhubungan dengan psikologi). Metode mana yang kemudian dipilih oleh dokter sangat tergantung pada
jenis kasus dan faktor-faktor yang terkait dengannya.
Seringkali pengobatan psikosomatis hanya bersifat simptomatis
(berdasarkan gejala yang timbul), sehingga penyakit ini sering berulang dan
dapat berlangsung bertahun-tahun. Hal ini dapat terjadi karena sebenarnya
etiologi utama dari penyakit ini belum diketahui atau tidak dicari dan terlebih
karena memang terdiri dari banyak faktor yang saling terkait (khususnya faktor
psikologis). Memang pada kasus-kasus yang berat, gejala penyakit akan hilang
dengan pemberian obat-obat simptomatis karena gangguan psikologis sudah
berkembang sehingga penyakit somatis (penyakit yang didasari oleh adanya gangguan
pada organ tubuh) yang lebih mendominasi.
Pada kasus tahap awal, biasanya pengobatan
hanya ditujukan kepada faktor somatis (fisik). Hal ini dapat menyebabkan penyakit timbul
kembali dan yang lebih parah akan menurunkan kepercayaan pasien akan kemungkinan
penyakitnya sembuh yang sebenarnya akan memperparah kelainan psikosomatiknya
sendiri. Akan tetapi memang agak sulit untuk membedakannya dengan gangguan
psikosomatis sehingga baru dapat dibedakan bila kejadiannya telah berulang.
Disinilah perlunya psikoterapi sebagai pendamping terapi somatik.
Sebagaimana telah sering diuraikan, hubungan antara penyakit somatik
dan kondisi psikologis seseorang sangatlah erat sehingga dapat memungkinkan
terjadinya interaksi antara keduanya.
Masalah yang menyebabkan seseorang datang ke dokter yang berhubungan
dengan kondisi psikologisnya dapat berhubungan dengan dua hal, yaitu masalah
yang tampaknya berhubungan dengan masalah pasien di masa lalu atau masalah yang
tampaknya berasal dari stres dan tekanan masa sekarang yang melebihi
pengendalian sadar pasien. Atau dapat pula terjadi kombinasi dari kedua masalah
tersebut. Psikoterapi bertujuan untuk
menggali masalah-masalah psikologis yang tersembunyi pada pasien dengan harapan
setelah masalah-masalah tersebut disingkirkan, keluhan fisik pasien dapat turut
hilang.
Pada keadaan tertentu dimana terapi somatik dan psikoterapi telah
dilakukan tetapi penyakit masih menetap atau terus berulang perlu
dipertimbangkan penggunaan psikofarmaka (obat-obat yang biasa digunakan dalam
bidang psikologi) karena mungkin gangguan psikologis yang diderita berhubungan
dengan kondisi kimiawi di otak yang mengalami ketidakseimbangan.
Obat-obatan ini (Psikofarmaka) bekerja pada gangguan psikosomatik
dengan mempengaruhi afek (perasaan) dan emosi serta fungsi vegetatif yang
berkaitan. Terapi jenis ini dapat
didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mengobati atau mengoreksi perilaku,
pikiran, atau mood (keinginan) yang mengalami gangguan akibat perubahan zat
kimia atau cara fisik lainnya. Hubungan antara keadaan fisik tubuh
dengan otak pada satu sisi dan pengaruhnya pada sisi lain sangatlah kompleks
dan belumlah dimengerti seluruhnya. Tetapi berbagai parameter normal dan
abnormal seperti persepsi, perasaan dan kognisi (kemampuan berfikir) mungkin
dipengaruhi oleh adanya perubahan fisik dalam sistem saraf pusat walaupun dalam
jumlah sangat minimal.
Karena tidak lengkapnya pengetahuan tentang otak dan gangguan yang
mempengaruhinya, terapi obat gangguan mental adalah bersifat empiris (bukti
yang didapatkan setelah pemberian obat). Namun demikian, banyak terapi organik
yang langsung memperbaiki kelainan pada otak telah terbukti sangat efektif dan
merupakan terapi pilihan untuk kondisi tertentu.
Pada dasarnya psikofarmaka bekerja lebih intensif pada penyakit
psikosomatik daripada obat lokal simtomatis tetapi kurang spesifik dibanding
obat tersebut karena pada umumnya tidak mempengaruhi faktor etiologisnya.
Golongan obat
psikofarmaka yang banyak dipergunakan adalah Obat Tidur, Obat Penenang, dan
Antidepresan. Penggunaan jenis obat ini perlu pengawasan yang ketat karena
seringkali menimbulkan efek samping seperti ketergantungan psikologis dan fisik yang dapat mengakibatkan
keracunan obat, depresi dan kehilangan sifat menahan diri, gangguan paru-paru,
gangguan psikomotoris dan iritatif (mudah marah, gelisah dan ansietas bila obat
dihentikan).
BAB III
KESIMPULAN
Dari
hasil data diatas dapat disimpulkan
bahwa:
Psiko artinya pikiran dan soma artinya tubuh. Jadi, penyakit
psikosomatis artinya penyakit yang timbul atau disebabkan oleh kondisi mental
atau emosi seseorang. Penyakit ini juga disebut dengan penyakit akibat stress. Pengobatan gangguan
psikosomatik pada dasarnya harus dilakukan dengan beberapa cara dengan
mempertimbangkan pengobatan somatis (berorientasi pada organ tubuh yang
mengalami gangguan), pengobatan secara psikologis (psikoterapi) serta
psikofarmakoterapi (penggunaan obat-obatan yang berhubungan dengan psikologi).
DAFTAR PUSTAKA
faizperjuangan.files.wordpress.com/.../pengobatan-gangguan-psikosomatis.doc
jurnal
consultation-liaison psychiatry and psychomatic medicine
Posting Komentar